MAKALAH THAHARAH
THAHARAH
Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Pendidikan Agama
Dosen Pembimbing : Ibu
Jamilah, M,Ag.
![]() |
Oleh :
Siti Mutmainnah
Jasuli
Khairil Anam Anshari
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
STKIP PGRI SUMENEP
Oktober 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, taufiq
dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat kami selesaikan. Sholawat
juga salam senantiasa kami haturkan kepada junjungan besar Nabi kita Muhammad
saw. yang telah menunjukkan kita kepada jalan yang benar.
Penyusunan makalah ini dilaksanakan
untuk menyelesaikan salah satu tugas Mata Kuliah PENDIDIKAN AGAMA yang
dibimbing oleh ibu JAMILAH M.Ag. maka dari itu kepada beliau kami ucapkan
banyak terima kasih atas waktu dan kesempatan beliau yang telah diberikan
kepada kami untuk membimbing penyusunan makalah ini sehingga makalah ini bisa
diselasaikan dengan lancar. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu dan mendukung atas tersusunnya makalah
ini.
Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak dijumpai kekurangan, baik secara format
ataupun substansinya sebab kami adalah manusia biasa yang tidak mungkin sempurna 100% kesalahan dan
kekurangan selalu ada pada kami. Oleh karena itu kami sangat mengharap kritik
dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini sehingga
makalah ini bisa bermanfa’at bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya.
Kepada Allah kami memohon taufiq dan
hidayah-Nya semoga usaha ini selalu dalam keridaan-Nya. Amin
Sumenep, 25-Oktober -2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………...
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….……
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang………………………………………………………………….
1.2. Rumusan
Masalah………………………………………………………………
1.3.
Tujuan…………………………………………………………………………..
1.4.
Manfaat…………………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Thaharah……………………………………………………
2.2. Suci
Dari Hadats………………………………………………………..
2.3. Suci Dari
Najis……………………………………………………………..
BABA III PENUTUP
3.1.Kesimpulan……………………………………………………………………..
3.2.Saran-Saran……………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Segala puji bagi Allah, kami memohon
pertolongan kepada-Nya dan bertaubat kepada-nya. Dan kami berlindung kepada
Allah dari kejelekan-kejelekan diri kami dan keburukan-keburukan amal kami. Dan
barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat
menyesatkannya dan barang siapa yang disesatkan maka tidak ada yang dapat
memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak
diibdahi dengan benar kecuali hanya Allah semata tidak yang sebanding
dengan-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Somoga
fiqih bermakna mengetahui hukum-hukum syri’at yang bersifat cabang dengan
dalilnya dari Al-Qu’ran, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas yang sahih.
HUKUM
SYARI’AT ADA LIMA:
1.
Wajib, yaitu perintah yang mesti
dikerjakan. Jika perintah tersebut dipatuhi, maka orang yang mengerjakannya
mendapat pahala, jika tidak dikerjakan maka ia berdosa.
2.
Sunnah, yaitu anjuran. Jika dikerjakan
mendapat pahala, jika tidak dikerjakan tidak berdosa.
3.
Haram, yaitu larangan keras. Kalau
dikerjakan berdosa jika tidak mendapat pahala.
4.
Makruh, yaitu larangan yang tidak
keras. Kalau dilanggar tidak berdosa dan jika ditinggalkan diberi pahala.
5.
Mubah, yaitu sesuatu yang boleh
dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan.
Wajib atas setiap mukallaf untuk mempelajari setiap sesuatu yang
berkaitan dengan ibadahnya dan muamalahnya.
Taharah memiliki arti mengangkat hadast dan menghilangkan najis. Nabi
SAW. bersabda: ” Islam itu dibangun atas lima perkara, persaksian bahwa
sesungguhnya tidak ada sesembahan kacuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,
mendirikan shlat, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan haji ke
baitullah.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Para ulama fiqih memulai pembahasan
dengan kitab thaharah dan membawa dalil mengenai rukun islam. Keterkaitan
antara hal ini ialah thaharah bisa memiliki dua pengertian, yaitu bersihnya
hati dari syirik dalam peribadahan kepada Allah dan bersihnya badan ketika
hendak beribadah shalat atau lainnya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan
Latar Belakang di atas maka kami dapat merumuskan masalah dalam pembahasan
makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.
Apa pengertian thaharah ?
2.
Bagaimana cara bersuci dari hadats ?
3.
Bagaimana cara bersuci dari najis ?
1.3. Tujuan
1.
Untuk mengatahui pengertian thaharah.
2.
Untuk mengetahui cara mensucikan diri dari hadats dan najis.
1.4. Manfaat
Bersihnya
hati dari syirik dalam peribadahan kepada Allah dan bersihnya badan ketika
hendak beribadah shalat atau lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Thaharah
Thaharah
menurut bahasa berarati bersih (nadlafah), suci (nazahah), terbebas (khulus)
dari kotoran. Seperti tersebut dalam surat Al-A’raf ayat 82, yang artinya “ Sesungguhnya mereka adalah orang-orang
yang berpura-pura mensucikan diri “. Dan pada surat Al-Baqarah ayat 222,
yang artinya “ Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
orang-orang yang mensucikan diri “. Menurut syara’ thaharah adalah
mengangkat (menghilangkan) penghalang yang timbul dari hadats dan najis. Dengan
demikian thaharah terbagi menjadi dua,
yaitu thahrah dari hadats dan thaharah dari najis.
2.2. Thaharah Dari Hadats
Thaharah dari hadats ada tiga macam,
yaitu wudhu’, mandi, dan tayammum. Alat yang digunakan untuk bersuci adalah air
mutlak untuk wudhu’ dan mandi, tanah yang suci untuk tayamum.
A. Wudhu’
Menurut bahasa adalah menggunakan air pada anggota tubuh tertentu. Dalam
istilah syara’ wudhu’ adalah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat.
Mula-mula wudhu’ itu diwajibkan setiap kali hendak melekukan shalat tetapi
kemudian kewajiban itu dikaitkan dengan keadaan berhdats. Dalil-dalil wajib
wudhu’ antara lain :
1. ayat
Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6 yang artinya “ Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu hendak melakukan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai
dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan ke dua mata
kaki…..”.
2. hadits Rasul
SAW, yang artinya “ Allah tdak menerima shalat seseorang kamu bila ia
berhadats sampai ia berwudhu’ “.(HR.
Baihaqi, Abu Daud, dan Tirmizi).
Fardhu wudhu’,
yaitu :
a. niat
b. membasuh muka
c. membasuh
tangan
d. menyapu
kepala
e. membasuh kaki
f. tertib
Sunnah wudhu’,
yaitu :
a. membaca
basmalah pada awalnya
b. membasuh
kedua telapak tangan sampai ke pergelangan sebanyak tiga kali, sebelum
berkumur-kumur, walaupun diyakininya tangannya itu bersih.
c. madmanah,
yakni berkumur-kumur memasukkan air ke mulut sambil mengguncangkannya lalu
membuangnya.
d. istinsyaq,
yakni memasukkan air ke hidung kemudian membuangnya.
e. meratakan
sapuan ke seluruh kepala.
f. menyapu kedua
telinga.
g. menyela-nyela
jenggot dengan jari.
h. mendahulukan
yang kanan atas yang kiri.
i. melakukan
perbuatan bersuci itu tiga kali-tiga kali.
j. muwalah,
yakni melakukan perbuatan tersebut secara beruntun.
k. menghadap
kiblat.
l.
menggosok-gosok anggota wudhu’ khususnya bagian tumit.
m. menggunakan
air dengan hemat.
Terdapat tiga pendapat mengenai
kumur-kumur dan menghisap air di dalam wudhu’ yaitu :
1. kedua
perbuatan itu hukumnya sunnah. Ini merupakan pendapat Imam Malik, Asy-Syafi’I,
dan Abu Hanifah.
2. keduanya fardhu,
di dalam wudhu’. Dan ini perkataan Ibnu Abi Laila dan kelompok murid Abu Daud.
3. menghisap air
adalah fardhu dan berkumur-kumur adalah sunnah. Ini adalah pendapat Abu Tsaur, Abu
Ubadah dan sekelompok ahli zahir.
Dalm wudhu’ terdapat niat. Ada
beberapa pendapat mengenainya. Sebagian ulama anshor berpendapat bahwa niat itu
menjdi syarat sahnya wudhu’, mereka adalah Imam Asy-Syafi’i, Malik, Ahmad, Abu
Tsaur, dan Abu Daud. Sedang fuqoha lainnya berpendapat bahwa niat tidak menjdi
syarat sahnya wudhu’. Mereka adalah Abu Hanifah dan Ats-Tsauri. Perbedaan
mereka karena, perbedaan pandangan mengenai wudhu’ itu sendiri. Yang memang
bukan ibadah murni seperti shalat. Hal ini dilakukan demi mendekatkan diri
kepda allah SWT.
Hal-hal yang
membatalkan wudhu’ :
1. keluar
sesuatu dari qubul dan dubur terkecuali maninya sendiri
2. tidur,
kecuali duduk dalam keadaan mantap
3. hilang akal
4. bersentuh
kulit laki-laki dan perempuan.
B. Mandi ( Al-Ghusl
)
Menurut lughat adalah
mengalirnya air pada sesuatu. Sedangkan menurut syara’ ialah mengalirnya air ke
seluruh tubuh disertai dengan niat. Fardhu yang mesti dilkukan ketika mandi yaitu
:
1. niat. Niat
tersebut harus pula dilakukan serentak dengan basuhan pertama. Niat dianggap
sah dengan berniat untuk mengangkat hadast besar, hadast janabah, haidh, dan nifas, atau hadast lainnya dari
seluruh tubuhnya, untuk membolehkannya shalat.
2. menyampaikan
air ke seluruh tubuh, meliputi rambut dan permukaan kulit. Dalam hal membasuh
rambut, air harus sampai kebagian dalam rambut yang tebal. Sanggul atau
gulungan rambut wajib dibuka. Akan tetapi rambut yang menggumpal tidak wajib
dibasuh bagian dalamnya.
Untuk kesempurnaan mandi, disunahkan pula mengerjakan hal-hal berikut ini
:
1. membaca
basmalah
2. membasuh
tangan sebelum memasukkannya kedalam bejan
3. berwudhu’
dengan sempurna sebelum memulai mandi
4. menggosok
seluruh tubuh yang terjangkau oleh tangannya
5. muwalah
6. mendahulukan
menyiram bagian kanan dari tubuh
7. menyiram dan
menggosok badan sebanyak-banyaknya tiga kali
Sebab-sebab yang
mewajibkan mandi :
1. bersenggama
2. keluar mani
3. mati, keculi mati
syahid
4. haidh dan
nifas
5. waladah
C. Tayammum
Tayammum menurut bahasa adlah
menyengaja. Menurut istilah syara’ ialah menyampaikan tanah ke wajah dan tangan
dengan beberapa syarat dan ketentuan. Macam thaharah yabg boleh diganti dengan
tayamum yaitu bagi orang yang junub. Hal ini terdapat dalam surat Al-Maidah
ayat 6, yang artinya “ …..dan jika kamu junub maka mandilah, dan kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik
(bersih)…..”.
Tayamum dibenarkan apabila terpenuhi sysrat-syarat sebagai berikut ; (a)
ada uzur, (b) masuk waktu shalat, (c) mencari air setelah masuk waktu ahalat,
(d) tidak dapat menggunakan air dikarenakan uzur syar’i seperti takut akan
pencuri atau ketinggalan rombongan, (e) tanah yang murni dan suci. Tayamum
hanya sah menggunakan ‘turab‘, tanah yang suci dan berdebu. Bahan-bahan lainnya
seperti semen, batu, belerang, atau tanah yang bercampur dengannya, tidak sah
dipergunakan untuk bertayamum.
Rukun tayamum, yaitu :
1. niat
istibahah (membolehkan) shalat atau ibadah lain yang memerlukan thaharah,
seperti thawaf, sujud tilawah, dan lain sebagainya. Dalil wajibnya niat di sini
adalah hadits yang juga dikemukakan sebagai dalil niat pada wudhu’. Niat ini
serentak dengan pekerjaan pertama tayamum, yaitu ketika memindahkan tanah ke
wajah.
2. menyapu
wajah. Susuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 43, yang artinya
“...sapulah mukamu dan tnganmu, sesungguhnya Allah maha pemaaf lagi maha
pengampun“.
3. menyapu kedua
tangan.
Para fuqoha berselisih pendapat
mengenai batasan tangan yang diperintahkan Allah untuk disapu. Hal ini terdapat
dalam surat Al-Maidah ayat 6, yang artinya “….sapulah mukamu dan tangamu dengan
tanah itu….”. Berangkat dari ayat tersebut lahirlah pendapat berikut ini :
a. berpendapat
bahwa batasan yang wajib untuk melakukan tayamum adalah sama dengan wudhu’, yakni
sampai dengan siku-siku (Madzhab Maliki).
b. bahwa yang
wajib adalah menyapu telapak tangan (Ahli Zahir dan Ahli Hadits)
c. yang wajib
hanyalah menyapu sampai siku-siku (Imam Malik)
d. yang wajib
adalah menyapu sampai bahu. Pendapat yang asing ini diriwayatkan oleh Az-Zuhri
dan Muhammad bin Maslamah.
4. tertib, yakni
mendahulukan wajah dari pada tangan.
2.3. Thaharah
Dari Najis
Benda-benda yang termasuk najis
ialah kencing, tahi, muntah, darah, mani hewan, nanah, cairan luka yang
membusuk, (ma’al-quruh), ‘alaqah, bangkai, anjing, babi, dan anak keduanya,
susu binatang yang tidak halal dimakan kecuali manusia, cairan kemaluan wanita.
Jumhur fuqoha juga berpendapat bahwa khamr adalah najis, meski dalam masalah
ini banyak sekali perbedaan pendapat di lingkungan ahli hadits. Berbagai tempat
yang harus dibersihkan lantaran najis ada tiga tempat, yaitu ; tubuh, pakaian,
dan masjid. Kewajiban membersihkan pakaian didasarkan pada firman Allah pada
surat Al-Mudatsir ayat 4.
Benda yang dipakai untuk
membersihkan najis yaitu air. Umat islam sudah mengambil kesepakatan bahwa air suci
yang mensucikan bisa dipakai untuk membersihkan najis untuk ketiga tempat
tersebut. Pendapat lainnya mengatakan bahwa najis tidak bisa dibersihkan (dihilangkan)
kecuali dengan air. Selain itu bisa dengan batu, sesuai dengan kesepakatan
(Imam Malik dan Asy-Syafi’i).
Para ulama mengambil kata sepakat bahwa cara membersihkan najis adalah
dengan membasuh, menyapu, dan mencipratkan air. Perihal mencipratkan air,
sebagian fuqoha hanya mengkhususkan untuk membersihkan kencing bayi yang belum
menerima tambahan makanan apapun. Adapun cara membersihkan badan yang terkena
najis karena jilatan anjing adalah dengan membasuhnya dengan air sebanyak tuju
kali, salah satu diantaranya dicampur dengan tanah. Hal ini berdasarkan hadits
Rasul SAW, yang artinya “menyucikan bejana seseorang kamu, apbila anjing minum
di dalam bejana itu, ialah dengan membasuhnya tujuh kali, yang pertama di
antaranya dengan tanah“.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari
paparan di atas dapat disimpulkan bahwa thaharah adalah mengangkat (menghilangkan)
penghalang yang timbul dari hadats dan najis.dan thaharah itu sendiri terbagi
menjadi dua, yaitu thaharah dari hadats yang mliputi wudhu’ mandi, dan tayamum,
dan yang kedua adalah thaharah dari najis.
3.2. Saran- Saran
Selaku
muslim sejati yang berintelektual modern hendaknya dapat kita bedakan sebuah
metode analis yang sekiranya tidak memunafikan keislaman kita untuk di jadikan
acuan pola berfikir secara sistematis dalam memahami thaharah.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Abdi Al-Mu’ti Mohammad Nawawi, Kasyifah As-saja
Mohammad Nawawi, Muroqoh su’ud
at-tashdiq
Ibnu qosim, Al-Bajuri
Sayyid Bikri, I’anah At-Thalibin
Mohammad nawawi, Muroqi Al-‘Ubudiyah
H.Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam

Komentar
Posting Komentar